Berdasarkan Kasus Di Atas, Identifikasi Dan Jelaskan Tiga Hambatan Utama Yang Menghambat Proses Transfer Pengetahuan Antara Tim Veteran Dan Tim Milenial Di Bank Sentosa.

Berdasarkan Kasus Di Atas, Identifikasi Dan Jelaskan Tiga Hambatan Utama Yang Menghambat Proses Transfer Pengetahuan Antara Tim Veteran Dan Tim Milenial Di Bank Sentosa.

ALKISAH NEWS – Berdasarkan kasus di atas, identifikasi dan jelaskan tiga hambatan utama yang menghambat proses transfer pengetahuan antara Tim Veteran dan Tim Milenial di Bank Sentosa. Pada kali ini, di artikel ini kita akan membahasa tiga hambatan utamanya, silahkan disimak.

Hambatan Transfer Pengetahuan antara Tim Veteran dan Tim Milenial di Bank Sentosa

Transformasi digital menjadi salah satu tantangan besar bagi banyak organisasi, termasuk lembaga keuangan seperti Bank Sentosa. Dalam kasus yang disampaikan, bank ini menghadapi persoalan klasik dalam proses transfer pengetahuan antara dua generasi karyawan: Tim Veteran yang telah lama bekerja dan memahami sistem lama, serta Tim Milenial yang baru bergabung dan unggul dalam teknologi digital.

Meskipun kedua pihak memiliki potensi besar, proses berbagi pengetahuan di antara mereka tidak berjalan mulus. Berdasarkan kasus tersebut, terdapat tiga hambatan utama yang menghambat proses transfer pengetahuan di lingkungan kerja Bank Sentosa.

1. Kesenjangan Kompetensi dan Gaya Kerja Antar Generasi

Hambatan pertama yang paling jelas terlihat adalah perbedaan kompetensi dan cara kerja antara generasi lama dan generasi baru. Tim Veteran, yang telah puluhan tahun bekerja di Bank Sentosa, memiliki pemahaman mendalam tentang prosedur operasional, regulasi perbankan, serta budaya kerja yang sudah mapan. Namun, mereka cenderung kurang terbiasa dengan sistem digital dan teknologi baru yang kini menjadi tulang punggung transformasi perusahaan.

Sebaliknya, Tim Milenial datang dengan kemampuan teknologi yang lebih tinggi dan cara kerja yang cepat, fleksibel, serta berbasis kolaborasi digital. Mereka menguasai aplikasi dan platform modern, tetapi masih minim pemahaman terhadap konteks historis dan regulatif yang menjadi dasar sistem kerja lama.

Akibatnya, ketika kedua tim berupaya saling mentransfer pengetahuan, muncul benturan dalam cara berpikir dan cara berkomunikasi. Veteran mungkin merasa sulit menjelaskan proses manual dalam bahasa digital, sementara Milenial bisa jadi tidak memahami mengapa prosedur lama masih relevan dalam konteks tertentu. Kesenjangan inilah yang menghambat terciptanya pembelajaran dua arah yang efektif.

2. Komunikasi yang Terbatas dan Budaya Berbagi yang Lemah

Hambatan kedua terletak pada kurangnya interaksi dan komunikasi efektif antara kedua kelompok. Dalam kasus Bank Sentosa, disebutkan bahwa komunikasi sering kali hanya dilakukan melalui surat elektronik formal atau dokumen tertulis yang tidak sepenuhnya menjelaskan konteks pengetahuan yang ingin dibagikan. Pola komunikasi seperti ini menyebabkan transfer pengetahuan bersifat satu arah dan kaku, tanpa ruang bagi diskusi, klarifikasi, atau praktik langsung.

Pengetahuan, terutama yang bersifat tacit (tersimpan dalam pengalaman individu), tidak bisa ditransfer hanya melalui dokumen atau instruksi tertulis. Ia memerlukan interaksi sosial—seperti mentoring, diskusi tatap muka, atau kolaborasi proyek—agar dapat benar-benar dipahami dan diterapkan. Ketika budaya organisasi tidak mendorong kolaborasi lintas generasi, baik Tim Veteran maupun Milenial cenderung bekerja dalam kelompoknya sendiri. Akibatnya, pengetahuan yang berharga tetap terisolasi pada masing-masing tim, alih-alih menyatu menjadi kekuatan kolektif organisasi.

3. Perbedaan Terminologi, Metode, dan Kurangnya Pemetaan Pengetahuan

Hambatan ketiga muncul akibat perbedaan bahasa teknis dan metode kerja antara pihak-pihak yang terlibat, termasuk konsultan eksternal yang membantu proses transformasi digital. Setiap pihak membawa istilah dan pendekatan yang berbeda—Tim Veteran menggunakan terminologi operasional lama, Tim Milenial memakai istilah teknologi modern, sementara konsultan memiliki bahasa profesional tersendiri. Perbedaan istilah ini menciptakan kebingungan dan memperlambat proses pemahaman bersama.

Selain itu, Bank Sentosa juga belum memiliki peta pengetahuan (knowledge map) yang jelas. Tidak semua karyawan mengetahui siapa yang memiliki keahlian tertentu atau kepada siapa mereka bisa belajar mengenai suatu topik spesifik. Tanpa sistem pemetaan ini, upaya untuk mentransfer pengetahuan sering bersifat acak dan bergantung pada hubungan pribadi, bukan pada struktur organisasi yang terencana. Hal ini menimbulkan risiko hilangnya pengetahuan penting ketika seorang ahli atau pegawai senior pensiun atau berpindah tugas.

Penutup Berdasarkan Kasus Di Atas, Identifikasi Dan Jelaskan Tiga Hambatan Utama Yang Menghambat Proses Transfer Pengetahuan Antara Tim Veteran Dan Tim Milenial Di Bank Sentosa.

Kasus di Bank Sentosa memberikan gambaran nyata bahwa transformasi digital bukan hanya soal adopsi teknologi, melainkan juga soal manajemen pengetahuan dan hubungan antar manusia. Kesenjangan generasi, pola komunikasi yang lemah, serta perbedaan bahasa kerja menjadi tantangan utama yang perlu diatasi agar transfer pengetahuan berjalan efektif.

Solusinya tidak cukup dengan pelatihan teknis, tetapi juga dengan menciptakan budaya kolaboratif, memperkuat komunikasi lintas generasi, dan membangun sistem manajemen pengetahuan yang terstruktur. Dengan begitu, Bank Sentosa dapat menggabungkan kearifan pengalaman Tim Veteran dengan inovasi dan semangat Tim Milenial untuk mewujudkan organisasi yang adaptif, modern, dan berdaya saing di era digital. (redaksi alkisah news)

About administrator

Kami Menyediakan Informasi Berdasarkan Sumber Yang Kredibel dan Terpecaya

Tinggalkan Balasan